Jumat, 20 Juni 2014

Cerita Malin Kundang Dogeng Rakyat Indonesia Yang Menjadi Legenda

cerita malin kundang dongeng rakyat indonesia yang menjadi legenda

Cerita Malin Kundang memang sudah banyak yang tahu, bahkan cerita malin kundang yang merupakan salah satu legenda cerita rakyat Indonesia asal Sumatera Barat ini sudah terkenal hingga di luar negara Indonesia. Dongeng yang satu ini mempunyai makna yang tidak patut dijadikan contoh dan harus dibuang jauh-jauh karena menceritakan kelakuan seorang anak durhaka.

Nah untuk anda yang belum tahu cerita malin kundang  yang sudah menjadi dongeng cerita rakyat Indonesia ini silahkan anda simak dan cermati dengan baik yaa.

Cerita Malin Kundang

Dahulu kala hiduplah suatu keluarga nelayan yang terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang tinggal di pesisir pantai wilayah Sumatera. Keluarga tersebut sangatlah miskin, hingga pada suatu waktu karena kondisi ekonomi keluarga sudah sangat memprihatinkan maka sang ayah memutuskan untuk pergi mencari nafkah dengan mengarungi lautan yang luas untuk ke negeri seberang.

Dan setelah kepergian sang ayah tinggallah Malin Kundang dan Ibunya, Waktu demi waktu berlalu, seminggu, sebulan hingga setahun lamanya, Sang ayah malin kundang tidak juga kembali ke kampung halamannya. Dan akhirnya ibunya harus menggantikan posisi sang ayah untuk mencari nafkah. Malin Kundang termasuk anak yang cukup cerdas walaupun sedikit nakal. Pernah suatu waktu ia mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu dan akhirnya tersandung batu yang menyebabkan lengan kanannya terluka karena terkena batu. Dan luka tersebut akhirnya membekas di lengan tangan kanan Malin.

Singkat cerita Malin Kundang pun beranjak dewasa dan ia pun begitu sayang dan mencintai ibunya yang kerja banting tulang mencari nafkah setiap hari sebagai penjual kue untuk memenuhi kebutuhan keluarga termasuk dirinya. Karena merasa kasihan pada ibunya maka ia berpikir untuk membantu ibunya untuk mencari nafkah di negeri seberang dan dengan harapan ketika kembali ke kampung halamannya nanti, ia sudah menjadi orang terpandang dan kaya-raya. "Bu, ini kesempatan yang baik dan amat langka buat saya", kata Malin. "Belum tentu ada kapal sebesar ini yang merapat dalam setahun sekali di pantai ini. Saya janji akan merubah nasib kita jika saya sudah menjadi kaya raya".

Awalnya ibu Malin Kundang tidaklah setuju, karena mengingat sang suami yang tidak pernah kembali setelah pergi merantau. Karena Malin selalu mendesak dan bersikeras untuk memenuhi niatnya tersebut akhirnya ibunya pun rela melepas kepergian Malin walaupun dengan hati yang sedih. Malin Kundang pun berangkat dengan menumpang kapal seorang saudagar yang sekarang sudah menjadi kaya raya.

Pada pertengahan perjalanan, kapal yang ditumpangi Malin Kundang tiba tiba diserang oleh serombongan bajak laut, barang - barang di kapal laut tersebut dirampas oleh bajak laut. Dan sebagian awak kapal dan pedagang yang menumpang kapal tersebut juga dibunuh oleh mereka. Beruntunglah Malin Kundang yang sempat bersembunyi di ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga terhindar dari amukan para bajak laut.

Kapal pun terkatung-katung di tengah laut, perlahan-lahan akhirnya kapal yang ditumpanginya sampai pada suatu pantai, dan dengan sekuat tenaga Malin Kundang pun berjalan terus hingga akhirnya ditolong oleh penduduk desa terdekat dari pantai dan merupakan desa yang amat subur. Malin pun tinggal di desa tersebut dan dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, akhinya ia berhasil menjadi seorang yang amat kaya raya dan ia pun mempersunting seorang gadis bangsawan yang berderajat tinggi untuk menjadi istrinya.

Berita kekayaan Malin Kundang dan pernikahannya akhirnya sampai juga ke telinga ibu Malin Kundang tersebut, dan Ia pun merasa senang sekali dan bersyukur karena anaknya telah menjadi seorang yang sangat sukses. Sejak saat itu, Ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga untuk menantikan anaknya yang diharapkan dapat pulang ke kampung halamannya, tapi setiap kapal yang mendekat tidak dijumpai anaknya itu, dan ia yakin bahwa suatu hari pasti anaknya akan pulang menemuinya.

Beberapa waktu setelah menikah akhirnya Malin Kundang dan istrinya melakukan pelayaran dengan disertai anak buah kapal dan pengawalnya. Ibu Malin Kundang pun melihat kedatangan kapal ke dermaga dan juga melihat ada 2 orang yang berpakaian menyilaukan mata karena pernak-pernik pakaian yang tekena sinar matahari sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin sekali bahwa yang sedang berdiri itu adalah anak yang ditunggu - tunggu selama ini yaitu Malin Kundang dan istrinya.

Setelah kapal mencapai dermaga ibu Malin pun bergegas menuju dermaga kapal tersebut, Malin akhirnya turun dari kapal dan ibunya pun berdesak-desakan dengan orang yang ingin menyaksikan sepasang muda mudi tersebut. Setelah cukup dekat, ibunya pun melihat ada bekas luka di lengan kanan pemuda tersebut. Maka ibunya pun semakin yakin bahwa itu adalah Malin Kundang. Ibunya pun langsung memeluk sang pemuda tersebut. Sambil memeluk Maling Kundang, ibunya pun berkata "Malin Kundang, anakku... mengapa engkau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar ?". Malin kundang pun terpana melihat wanita tua yang berpakaian kotor, compang-camping memeluknya Ia menjadi marah seingat Malin kalau ibunya adalah seorang wanita yang kuat dan tegar badannya yang dapat menggendong Malin kemana saja ia mau. Belum sempat berpikir dengan tenang, sang istri lalu berkata, "Wanita buruk inikah ibumu? Mengapa engaku mendustai aku?". "Bukankah dulu kau katakan bahwa ibumu adalah seorang bangsawan yang sederajat dengan kami ?" hardik sang istri. Mendengar perkataan istrinya Malin marah karena ia akan malu dan gengsi jika hal ini diketahui oleh istrinya dan anak buahnya. Sambil marah malin pun melepas pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Siapa kamu, wanita tidak tahu diri sembarangan saja mengaku-ngaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang kepada ibunya. Dan dalam hatinya pun berkata, seandainya saja wanita itu adalah benar ibunya maka dia pun tidak akan mengakuinya.

Wanita tua itu jatuh terduduk di pasir dan berkata lagi, :Malin.., Malin.., aku ini ibumu... Melihat wanita itu hendak memeluk kakinya, Malin menendangnya sambil berkata, "Hai, perempuan tua !!, Ibuku tidak mungkin seperti engkau yang melarat, bau, dekil".

"Wanita itu ibumnu ?" , tanya sang istri sekali lagi. "Bukan, ia hanya seorang pengemis yang berpura-pura mengaku sebagai ibuku agar bisa mendapatkan harta dari ku", begitu sahutan dari Malin kepada sang istri dan sambil berjalan menjauhi ibunya.
Mendengar perkataan Malin hatinya pedih bagaikan ditusuk-tusuk. Dan wanita tua itupun menengadah ke langit dan mengangkat kedua tangannya sambil ia berseru dengan hati yang terkoyak-koyak dan berderai air mata, " Ya Allah Yang Maha Mengetahui, jikalau ia bukan anakku maka aku telah memaafkannya perbuatannya, tetapi jika memang ia adalah benar-benar anakku, Malin Kundang, aku mohon keadilan dari Mu, Ya Allah...Jadikanlah ia menjadi sebuah batu ".

Beberapa saat kemudian cuaca di sekitar laut yang sebelumnya cerah, mendadak berubah menjadi gelap, hujan turun dengan deras. Badai pun datang dengan tiba-tiba dan menghantam kapal Malin Kundang. Petirpun menyambar dan seketika kapal itu hancur menjadi berkeping-keping. Orang-orang pun berlarian untuk menyelamatkan diri dan perlahan-lahan tubuh Malin Kundang berubah menjadi kaku dan keras.

Kala itu pagi hari dan badai telah mereda, cuaca kembal normal lagi. Terlihat kepingan kapal dan tak jauh dari kepingan kapal tersebut terdapat sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia. Konon itu adalah tubuh Malin Kundang si anak durhaka yang terkena kutukan dari sang ibu.

Demikianlah dongeng cerita malin kundang yang masih menjadi legenda hingga kini, semoga dapat diambil hikmahnya agar tidak menjadi seorang anak yang durhaka terhadap orang tuanya.