Jumat, 26 September 2014

KETERLALUAN BANGET! SEORANG IBU DIGUGAT ANAK KANDUNG 1 MILYAR


Hj Fatimah wanita tua berusia 90 tahun, meski tubuhnya sudah renta mesti berurusan dengan peradilan. Dan jauh lebih menyakitkan lagi adalah, sang penggugat tidak lain merupakan anak kandungnya sendiri yang menuntut dengan cara perdata lantaran masalah jual beli tanah.

Anak ke empat serta menantunya, Nurhana dan Nurhakim menuntut secara perdata dalam masalah sengketa tanah sebesar 1 Milyar kepada ibu kandungnya yang tinggal di RT Jalan KH Hasyim Asari, RT 02/01 No. 11, Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang.

Kepedihan hatinya atas kedurhakaan anak bungsunya tersebut membuat Hj Fatimah tidak mengakui Nurhana sebagai anak kandungnya kembali.

“Sakit banget hati saya, hancur banget. Saya sudah dikata-katain susah, sekarang dia tega menggugat saya 1 miliar, gara-gara tanah. Udah lah, saya udah enggak nganggep dia anak,” tukasnya saat ditemui usai persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Selasa (23/9/2014).

Selain tuntutan materil sebesar Rp 1 miliar,, Fatimah juga digugat untuk pergi dengan kata lain diusir dari tempat yang saat ini jadikan rumahnya.

Berdasar pada info anak bungsu Fatimah, Amas (37) tanah seluas 397 meter persegi yang berlokasi di Kampung Kenanga, ini awalannya punya Nurhakim. Lantas pada 1987, tanah itu dibeli oleh almarhum ayahnya, H Abdurahman sejumlah Rp 10 juta. H Abdurahman juga memberi Rp 1 juta untuk Nurhana juga sebagai warisan.

Nurhakim sendiri pada akhirnya menikah dengan anak ke empat H Abdurahman, yaitu Nurjanah. Waktu itu jual beli pada Nurhakim serta Abdurahman telah dikerjakan di 1987.

“Pembayaran tanah itu disaksikan juga oleh kakak-kakak saya. Sertifikat tanahnya sudah dikasih oleh Nurhakim ke bapak. Tapi masih atas nama Nurhakim,” jelas Amas di PN Tangerang, Selasa (23/9).

Menurut Amas, kasus muncul karena sertifikat tanah tersebut hingga kini belum di balik nama, karena Nurhakim tidak pernah mau untuk melakukan itu. “Dia enggak mau, dengan alasan masih keluarga, masa sama menantu tidak percaya. Atas dasar kepercayaan itu, ibu (Hj Fatimah) ngikutin saja. Padahal dia sudah pernah buat surat pernyataan siap balik nama sertifikat, kan aneh,” jelas Amas.

Beberapa tahun kemudian, setelah Abdurahman meninggal, Nurhakim tiba-tiba menggugat tanah tersebut dengan mengaku tidak pernah dibayar oleh bapak mertuanya (Abdurahman). Awalnya Nurhakim dan istrinya Nurjahan meminta ibunya, Fatimah dan anak-anaknya (saudara Nurjanah yang lain) untuk membayar Rp 10 juta, lalu naik menjadi Rp 50 juta, Rp 100 juta hingga Rp 1 miliar.

“Keluarga sudah melakukan mediasi, tapi dia tetap meminta keluarga untuk membayar tanah itu. Ya tidak mungkin bisa, jumlahnya mahal sekali,” ujar anak bungsu Fatimah, Amas (37).

Perseteruan tersebut terus berlanjut hingga akhirnya pada tahun 2013, Nurhakim dan istrinya, melaporkan Fatimah ke Polres Metro Tangerang dengan tudingan penggelapan sertifikat dan menempati lahan orang tanpa izin.

“Laporannya masuk ke pengadilan perdata, dengan gugatan ganti rugi Rp 1 miliar. Selain ibu, tiga kakak saya juga menjadi tergugat, yakni Rohimah, Marhamah dan Marsamah. jika tidak bisa membayar, ibu akan diusir dari tanah itu. Kita seperti diperas, padahal ibu dan kakak saya sudah tinggal di sana dari tahun 1988,” jelas Amas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung.